Menuju Sunah Rasul
www.majelistalimnurulhidayah.blogspot.com
Buletin Penyejuk Hati
Edisi 18/ Sya’ban / 1429 H
Jangan taruh sembarangan
CP: 0283-445179 / 081519858987
Terjaganya Keturunan Nabi SAW
Pertalian dengan Rasulullah dan bernasab dengannya itu merupakan salah satu kemuliaan yang besar. Para ulama sepakat bahwa para habaib adalah orang–orang paling baik keturunannya dari sisi ayah (nasab) nya, namun mereka tetap sejajar dengan lainnya dalam bidang hukum-hukum syari’ah dan hudud.
Rasulullah saw bersabda: ”Apa keadaan orang–orang yang menyangka, bahwa hubungan kekerabatan denganku tidak bermanfaat. Sesungguhnya setiap sebab pertalian dan nasab pada hari kiamat nanti terputus, kecuali pertalian sebab aku dan sebab nasabku. Sesungguhnya pertalian keluarga denganku itu tetap sambung di dunia dan akhirat.” (HR. Al – Bazzar dan At – Thobroni)
Para ulama sepakat, bahwa di antara khushusiyyah Nabi Saw. adalah anak-anak puteri beliau bernasab kepada beliau semuanya secara sah, berdasarkan sabda beliau :
Sesungguhnya Allah menjadikan keturunan semua nabi pada sulbinya, dan Allah menjadikan keturunanku pada Sulbi Ali bin Abi Thalib. “(HR. Imam At – Thobroni)
Setiap anak laki–laki seorang ayah memiliki ashobah (penerima bagian ashabah). Kecuali dua puteri Fatimah, karena akulah wali keduanya dan ashobah mereka berdua (HR. Al – Hakim)
Mencintai Keluarga Nabi SAW
Nabi SAW sendiri memerintahkan kita umat Islam untuk menghormati dan memuliakan keluarga beliau. Dalam salah satu hadits, Nabi SAW bersabda :
"Dari Abi Said al-Khudri berkata, "Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullah (al-Qur'an) dan keluargaku". (Sunan al-Tirmidzi, [3720])
"Cintailah Allah karena kenikmatan yg dilimpahkan-Nya pada kalian, dan cintailah aku karena kecintaan kalian kepada Allah, dan cintailah Ahlulbaitku karena kecintaan kalian kepadaku". (HR Tirmidzi)
“Sesungguhnya nabi SAW telah bersabda sedangkan beliau di atas mimbar,” Apa keadaan kaum yang menyakiti aku dalam nasab dan kerabatku, ingat, barang siapa yang menyakiti keturunanku dan orang – orang yang mempunyai hubungan denganku, berarti ia menyakiti aku, dan barang siapa menyakiti aku, maka ia benar-benar menyakiti Allah ta’ala,” (HR. At – Thobroni dan AL – Baihaqi)
Terjaganya Keturunan Nabi SAW
Terjaganya keturunan Nabi SAW hingga sekarang disepakati ulama dan dibuktikan dengan adanya catatan silsilah dan sejarah yang terkodifikasi (dibukukan). Dalam Tafsir Jalalain Surat Al-Kautsar, kata Al-Kautsar ditafsirkan juga sebagai keturunan. Dijelaskan dalam asbabun nuzulnya bahwa celaan yang pada mulanya dilontarkan kafir Quraisy (salah satunya ‘Ash bin Wail) kepada Nabi bahwa Nabi itu tidak akan punya keturunan lagi karena sudah tidak mempunyai anak laki-laki, dikembalikan oleh Allah SWT kepada kafir Quraisy dan menyebut mereka yang membenci Nabi dengan sebutan Al-Abtar.
Dari Ibnu Mas’ud ra. Ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda diantara mimbar, “Bagaimana orang–orang yang mengatakan, bahwa keluarga Rasullah saw. Tidak memberi manfaat pada kaumnya besok di hari kiamat. Demi Allah, keluargaku tetap bersambung denganku di dunia dan di akhirat, dan sesungguhnya aku hai orang – orang, mendahului kamu semua di telaga (Al – Kautsar)”. (HR. Aljunaid, Al – Hakim dan Al – Baihaqi)
Seperti yang dijelaskan dalam Hadits Nabi SAW, Allah SWT telah memberikan kekhususan pada Nabi dan putri beliau Fathimah ra. sehingga keturunan Nabi terjaga yakni lewat kedua putra Ali bin Abi Thalib ra. dengan Fathimah Ra, Sayyidina Hasan dan Husein.
Ada kalangan yang menganggap bahwa semua keturunan Nabi sudah berhenti dengan terbunuhnya Sayyidina Husein dan keluarga saat di Karbala. Namun, perlu diketahui bahwa ada salah satu putra beliau bernama Sayyidina Ali Zainal ‘Abidin yang saat itu selamat dari ancaman pembunuhan oleh Pasukan Yazid bin Muawiyah berkat kegigihan Zainab binti Ali bin Abi Thalib ra. mempertahankan keponakannya itu.
Demikian pula Keturunan Nabi lewat Sayyidina Hasan ra. pun masih ada hingga sekarang dengan silsilah nasab yang tercatat. Wallahu A’lam bishowab.
PROFIL
Alawiyin dan Perannya di Indonesia
Makna kata Alawi atau Alawiyin dalam jamaknya, memang lebih dari satu selain diatas, yakni berarti tarekat alawiyin atau pengikutnya, atau pendukung Ali bin Abi Thalib, atau keturunan Ali bin Abi Thalib. Namun berbeda makna dengan Kaum Alawi di Syiria (Suriah) karena mereka itu bermakna kaum Nushairi yang berasal dari pegunungan Alawia yang merupakan sempalan syiah ekstrem yang menyimpang dari ajaran islam bahkan tidak diakui kalangan syiah sendiri.
Tersebarnya islam tak lepas dari jasa kaum Alawiyin. Luput dari serbuan Hulagu Khan, maharaja Cina, yang menamatkan kekhalifahan Bani Abbas (1257 M), yang memang telah dikhawatirkan oleh Ahmad bin Isa, maka di Hadramaut Alawiyin menghadapi kenyataan berlakunya undang-undang kesukuan yang bertentangan dengan ajaran Islam, dan kenyataan bahwa penduduk Hadramaut adalah Abadhiyun yang sangat membenci sayidina Ali bin Abi-Talib r.a. Dalam menjalankan “tugas suci” menyebarkan islam, mengikuti Kakek merek, Nabii Muhammad SAW, banyak dari suku Alawiyin tidak segan-segan mendiami di lembah yang tandus. Alawiyin mulai memperoleh sukses dalam menghadapi Abadhiyun itu setelah Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi memilih mazhab Syafi’i.
Di antara mereka yang sangat terkenal ialah keturunan Abdul Malik bin Alwy bin Muhammad (Shohib Mirbath) bin Ali (Kholi Qosam) bin Alwy bin Muhammad bin Alwy bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir. Sayid Abdul Malik tersebut pergi dari Hadromaut dan menetap di India dan anak cucunya membaur dengan penduduk negeri dan menggunakan nama-nama dan gelar-gelar India. Dalam buku nasab kaum Alawiyin, mereka disebut sebagai keluarga Adzamat Khan. Diantara mereka pergi ke Asia Tenggara yang diantara anak cucunya kemudian dikenal di Indonesia sebagai Wali Songo.
Jamaluddin Husain al-Akbar adalah orang pertama dari keluarga Adzamat Khan yang datang dan menetap di Indonesia. Ia adalah putra Ahmad Jalal Syah (lahir dan wafat di India) bin Abdullah khan bin Abdul-Malik (wafat di India) bin Alwi (wafat di Tarim Hadromaut) bin Muhammad (Shahib Marbath) dan seterusnya sampai Imam al-Muhajir. Jamaluddin datang ke Indonesia dengan membawa keluarga dan sanak kerabatnya, lalu meninggalkan salah seorang putranya bernama Ibrahim Zain al-Akbar di Aceh untuk mengajarkan tentang Islam, sedangkan ia sendiri mengunjungi kerajaan Majapahit di Jawa kemudian merantau lagi ke daerah Bugis (Makassar dan Ujung pandang) dan berhasil dalam penyiaran Islam dengan damai sampai ia wafat di daerah Wajo, Makassar. Ia meninggalkan tiga orang putra, yaitu Ibrahim Zainuddin al-Akbar (yang ditinggal oleh ayahnya di Aceh), Ali Nurul Alam dan Zainal Alam Barakat.
Ibrahim Zainuddin al-Akbar (alias Ibrahim Asmoro) wafat di Tuban Jawa Timur dan meninggalkan tiga orang putra yakni: Ali Murtadha, Maulana Ishaq, (ayah dari Muhammad Ainul Yakin /Sunan Giri) dan Ahmad Rahmatulloh Sunan Ampel (ayah dari Ibrohim Sunan Bonang, Hasyim Sunan Drajat, Ahmad Husanuddin Sunan Lamingan, Zainal Abidin Sunan Demak, Jafar Shodiq Sunan Kudus).
Ali Nurul Alam putra dari Jamaluddin Husein Al Akbar, wafat di Anam (Siam) meninggalkan seorang putra yaitu Abdulloh Khan yang wafat di Kamphuchea (Kamboja). Dua orang putra Abdulloh beliau adalah Baabulloh Sultan Ternate dan Syarif Hidayatulloh Sunan Gunung Jati (ayah dari Sultan Hasanuddin, Sultan Banten yang pertama).
Zainal Alam Barokat, putra ketiga dari Jamaluddin Husen Al Akbar, wafat di Kampuchea atau di Cermin, meninggalkan dua orang putra yaitu Ahmad Zainal Alam dan Maulana Malik Ibrohim (wafat di Gresik).
Dari kalangan keluarga Alawiyin lainnya tercatat nama-nama para pahlawan kemerdekaan RI antara lain Pangeran Diponegoro, nama beliau adalah Mas Ontowiryo beliau lahir pada tanggal 17 Nopember 1785, ayah beliau adalah Hamengkubuwono III ( Sayyid Husein bin Alwy Baabud ). Tuanku Imam Bonjol nama beliau adalah Muhammad bin Shahab lahir pada tahun 1772 ayah beliau seorang ulama yang bernama Sayid Khatib Bajanuddin Bin Shahab dll.
Selanjutnya dapat disebutkan disini beberapa nama lainnya yang berjasa dibidang dakwah dan pendidikan mulai sekitar tahun 1800 M, antara lain :
* Sayid Idrus bin Salim Al Jufry di Palu, Sulawesi penyebar Islam di wilayah Timur
* Habib Ali bin Abdurrohman Al Habsyi, pendiri Islamic Center yang terletak di Kwitang
* Sayid Muhammad bin Abdurrohman bin Shahab, salah seorang pendiri Jamiatu Khair, dan masih banyak sekali.
Alawiyin yang lebih dikenal dengan sebutan sayid, habib, ayib dan sebagainya tetap dicinta dimana-mana dan memegang peranan rohani yang tidak dapat dibuat-buat sebagaimana juga di negara islam lain. Kebiasaan dan tradisi Alawiyin pun diikuti dalam Perayaan maulid Nabi, haul, nikah, upacara-upacara kematian dan sebagainya.
Suku-suku Alawiyin di Indonesia yang berjumlah kurang lebih 50.000; ada banyak yang dominan, antara lain Al-Saggaf, Al-Attas, Al-Syihab, Al-Habsyi, Al-Aydrus, Al-Kaf, Al-Jufri, Al-Haddad dan semua keturunan asal-usul ini dicatat dan dipelihara pada Al-Maktab Al-Da-imi yaitu kantor tetap untuk statistik dan pemeliharaan nasab sadatul-alawiyin yang berpusat di gedung “Darul Aitam” jalan K.H. Mas Mansyur (dahulu jalan Karet) No. 47, Jakarta Pusat (II/24).
Bulan Sya’ban (Bulan Rasulullah SAW)
Malam Nishfu Sya’ban
Malam Nishfu Sya’ban dipandang sebagai malam termulia setelah malam Lailatul qadar. Jika malam Jumat adalah penebus dosa-dosa seminggu, maka malam Nishfu Sya’ban adalah penebus dosa-dosa setahun sementara malam Lailatul qadar adalah penebus dosa-dosa seumur hidup yang mungkin umur kita tidak mencapainya (1000 bulan).
Allah membukakan 300 pintu rahmat-Nya bagi manusia yang tidak menyekutukan Allah pada malam nisfhu Sya’ban kecuali orang-orang ahli sihir, tukang tenung, orang yang saling marah dan bermusuhan, orang yang durhaka pada orang tuanya, orang yang mengadu domba, orang yang suka berzina, orang yang senang minum-minuman khamr dan sejenisnya dan orang yang makan harta dengan riba, serta orang yang memutuskan tali kekeluargaan. Mereka tidak akan diampuni hingga mereka bertaubat dan meninggalkan perbuatan tersebut.
Dikisahkan bahwa pada malam ini Nabi Muhammad SAW dibangunkan Malaikat Jibril agar Shalat dan berdoa kepada Allah SWT. Hal ini patut kita ikuti sebagai penambah nilai amaliyah kita. Dianjurkan pula kita membaca Surat Yasin tiga kali di awal waktu sesudah shalat Maghrib. Niat Pertama ialah mohon dipanjangkan umur untuk beribadah. Niat Kedua ialah minta dipelihara dari bencana, disembuhkan dari penyakit, dan diluaskan rizqinya. Niat ketiga adalah minta kaya hati dari segala makhluq (tidak butuh pada makhluq) dan memohon khusnul khotimah. Wallahu a’lam bishshowwab.
Wasiat Sulthanul Auliya' Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily:
"Aku bertanya kepada guruku tentang sabda Nabi SAW: "Buatlah mudah dan jangan berbuat kesulitan, tebarkan kegembiraan dan janganlah membuat mereka terusir..." Beliau menjawab, "Tunjukkanlah mereka kepada Allah dan janganlah engkau tunjukkan mereka kepada selain Allah. Orang yang menunjukkan jalan kepada dunia, maka dunia akan menggulung anda. Orang yang menunjukkan jalan amal, maka amal itu akan membuat anda terbebani. Dan orang yang menujukkan anda kepada Allah, maka benar-benar menjadi penasehat anda.”
Jawaban
Ada, pendapat Imam Muzani dari golongan Syafiiyah, namun pendapat Imam Muzani selalu dianggap pendapat lemah dalam kelompok madzhab Syafiiyah, atau dari pendapat Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal.
Nihayatul Muhtaj Juz 6 Halaman 232: “(tidak bisa anak dengan sifatnya menjadi anak menikahkan) berbeda dengan pendapat Imam Muzani, sebagaimana Imam yang Tiga (Malik, Abu Hanifah, Ahmad) karena tidak adanya persekutuan nasab diantara keduanya (ibu dan anak) maka tidaklah bisa anak dengan sesungguhnya menyerahkan tubuh ibunya karena itu pula saudara tidak dapat menikahkan seorang ibu.”
Buletin Da’wah ini diterbitkan setiap bulan dalam acara Rutin malam Sabtu (2 minggu sekali) Istighotsah di Pondok Pesantren Nurul Hidayah, Desa Bedug, Kecamatan Pangkah yang dibina oleh AlHabib Soleh bin Ali Al-Attas. Diberikan cuma-cuma untuk menambah khazanah dan wawasan keilmuan seputar permasalahan yang berkembang di masyarakat.