Kamis, 21 Agustus 2008

Buletin Penyejuk Hati Edisi 18



Menuju Sunah Rasul
www.majelistalimnurulhidayah.blogspot.com
Buletin Penyejuk Hati
Edisi 18/ Sya’ban / 1429 H

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah SWT, pencipta makhluk yang terpuji, Nabi Muhammad SAW. Rabb yang telah memudahkan terbitnya buletin ke18 ini di bulan Sya’ban yang mulia. Semoga kita sampai pada bulan yang dinantikan, Bulan Ramadhan. Semoga istiqomah dan berjalan dalam naungan ridlo-Nya. Amin. Kritik dan saran serta pertanyaan insya Allah akan kami terima dengan sebaik-baiknya. Mohon maaf setulus-tulusnya atas setiap kesalahan baik dalam hal pencetakan, isi, maupun dari pribadi kami. Jazakumullah khairan katsiran. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

(Boleh diperbanyak tanpa izin)
Jangan taruh sembarangan

CP: 0283-445179 / 081519858987




FIQRAH
Terjaganya Keturunan Nabi SAW

Keutamaan Nasab Nabi SAW
Keluarga Nabi Muhammad SAW atau Ahlu al-Bait adalah orang-orang yang disucikan oleh Allah SWT sebagaimana dalam firman-Nya di QS. al-Ahzab, 33. Dari Ummi Salamah RA, "Setelah turun ayat (QS. al-Ahzab: 33.) Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa kamu wahai ahli bait (anggota keluarga Rasulullah). Dan dia hendak membersihkan kamu sebersih-bersihnya". Maka Rasulullah SAW menutupkan kain kissa’nya (surbannya) di atas Ali, Fathimah, Hasan dan Husain, seraya berkata, ”Ya Allah mereka adalah ahli baitku, maka hapuskanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya". (Sunan al-Tirmidzi, [2139])
Pertalian dengan Rasulullah dan bernasab dengannya itu merupakan salah satu kemuliaan yang besar. Para ulama sepakat bahwa para habaib adalah orang–orang paling baik keturunannya dari sisi ayah (nasab) nya, namun mereka tetap sejajar dengan lainnya dalam bidang hukum-hukum syari’ah dan hudud.
Rasulullah saw bersabda: ”Apa keadaan orang–orang yang menyangka, bahwa hubungan kekerabatan denganku tidak bermanfaat. Sesungguhnya setiap sebab pertalian dan nasab pada hari kiamat nanti terputus, kecuali pertalian sebab aku dan sebab nasabku. Sesungguhnya pertalian keluarga denganku itu tetap sambung di dunia dan akhirat.” (HR. Al – Bazzar dan At – Thobroni)
Para ulama sepakat, bahwa di antara khushusiyyah Nabi Saw. adalah anak-anak puteri beliau bernasab kepada beliau semuanya secara sah, berdasarkan sabda beliau :
Sesungguhnya Allah menjadikan keturunan semua nabi pada sulbinya, dan Allah menjadikan keturunanku pada Sulbi Ali bin Abi Thalib. “(HR. Imam At – Thobroni)
Setiap anak laki–laki seorang ayah memiliki ashobah (penerima bagian ashabah). Kecuali dua puteri Fatimah, karena akulah wali keduanya dan ashobah mereka berdua (HR. Al – Hakim)
Mencintai Keluarga Nabi SAW
Nabi SAW sendiri memerintahkan kita umat Islam untuk menghormati dan memuliakan keluarga beliau. Dalam salah satu hadits, Nabi SAW bersabda :
"Dari Abi Said al-Khudri berkata, "Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullah (al-Qur'an) dan keluargaku". (Sunan al-Tirmidzi, [3720])
"Cintailah Allah karena kenikmatan yg dilimpahkan-Nya pada kalian, dan cintailah aku karena kecintaan kalian kepada Allah, dan cintailah Ahlulbaitku karena kecintaan kalian kepadaku". (HR Tirmidzi)
“Sesungguhnya nabi SAW telah bersabda sedangkan beliau di atas mimbar,” Apa keadaan kaum yang menyakiti aku dalam nasab dan kerabatku, ingat, barang siapa yang menyakiti keturunanku dan orang – orang yang mempunyai hubungan denganku, berarti ia menyakiti aku, dan barang siapa menyakiti aku, maka ia benar-benar menyakiti Allah ta’ala,” (HR. At – Thobroni dan AL – Baihaqi)
Terjaganya Keturunan Nabi SAW
Terjaganya keturunan Nabi SAW hingga sekarang disepakati ulama dan dibuktikan dengan adanya catatan silsilah dan sejarah yang terkodifikasi (dibukukan). Dalam Tafsir Jalalain Surat Al-Kautsar, kata Al-Kautsar ditafsirkan juga sebagai keturunan. Dijelaskan dalam asbabun nuzulnya bahwa celaan yang pada mulanya dilontarkan kafir Quraisy (salah satunya ‘Ash bin Wail) kepada Nabi bahwa Nabi itu tidak akan punya keturunan lagi karena sudah tidak mempunyai anak laki-laki, dikembalikan oleh Allah SWT kepada kafir Quraisy dan menyebut mereka yang membenci Nabi dengan sebutan Al-Abtar.
Dari Ibnu Mas’ud ra. Ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda diantara mimbar, “Bagaimana orang–orang yang mengatakan, bahwa keluarga Rasullah saw. Tidak memberi manfaat pada kaumnya besok di hari kiamat. Demi Allah, keluargaku tetap bersambung denganku di dunia dan di akhirat, dan sesungguhnya aku hai orang – orang, mendahului kamu semua di telaga (Al – Kautsar)”. (HR. Aljunaid, Al – Hakim dan Al – Baihaqi)
Seperti yang dijelaskan dalam Hadits Nabi SAW, Allah SWT telah memberikan kekhususan pada Nabi dan putri beliau Fathimah ra. sehingga keturunan Nabi terjaga yakni lewat kedua putra Ali bin Abi Thalib ra. dengan Fathimah Ra, Sayyidina Hasan dan Husein.
Ada kalangan yang menganggap bahwa semua keturunan Nabi sudah berhenti dengan terbunuhnya Sayyidina Husein dan keluarga saat di Karbala. Namun, perlu diketahui bahwa ada salah satu putra beliau bernama Sayyidina Ali Zainal ‘Abidin yang saat itu selamat dari ancaman pembunuhan oleh Pasukan Yazid bin Muawiyah berkat kegigihan Zainab binti Ali bin Abi Thalib ra. mempertahankan keponakannya itu.
Demikian pula Keturunan Nabi lewat Sayyidina Hasan ra. pun masih ada hingga sekarang dengan silsilah nasab yang tercatat. Wallahu A’lam bishowab.

PROFIL
Alawiyin dan Perannya di Indonesia
Kaum Alawiyin adalah keluarga keturunan Alawi yaitu Alawi (Alwi) bin Ubaidillah bin Ahmad (Al-Muhajir) bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah ra binti Rasulullah SAW.
Makna kata Alawi atau Alawiyin dalam jamaknya, memang lebih dari satu selain diatas, yakni berarti tarekat alawiyin atau pengikutnya, atau pendukung Ali bin Abi Thalib, atau keturunan Ali bin Abi Thalib. Namun berbeda makna dengan Kaum Alawi di Syiria (Suriah) karena mereka itu bermakna kaum Nushairi yang berasal dari pegunungan Alawia yang merupakan sempalan syiah ekstrem yang menyimpang dari ajaran islam bahkan tidak diakui kalangan syiah sendiri.
Tersebarnya islam tak lepas dari jasa kaum Alawiyin. Luput dari serbuan Hulagu Khan, maharaja Cina, yang menamatkan kekhalifahan Bani Abbas (1257 M), yang memang telah dikhawatirkan oleh Ahmad bin Isa, maka di Hadramaut Alawiyin menghadapi kenyataan berlakunya undang-undang kesukuan yang bertentangan dengan ajaran Islam, dan kenyataan bahwa penduduk Hadramaut adalah Abadhiyun yang sangat membenci sayidina Ali bin Abi-Talib r.a. Dalam menjalankan “tugas suci” menyebarkan islam, mengikuti Kakek merek, Nabii Muhammad SAW, banyak dari suku Alawiyin tidak segan-segan mendiami di lembah yang tandus. Alawiyin mulai memperoleh sukses dalam menghadapi Abadhiyun itu setelah Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi memilih mazhab Syafi’i.
Di antara mereka yang sangat terkenal ialah keturunan Abdul Malik bin Alwy bin Muhammad (Shohib Mirbath) bin Ali (Kholi Qosam) bin Alwy bin Muhammad bin Alwy bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir. Sayid Abdul Malik tersebut pergi dari Hadromaut dan menetap di India dan anak cucunya membaur dengan penduduk negeri dan menggunakan nama-nama dan gelar-gelar India. Dalam buku nasab kaum Alawiyin, mereka disebut sebagai keluarga Adzamat Khan. Diantara mereka pergi ke Asia Tenggara yang diantara anak cucunya kemudian dikenal di Indonesia sebagai Wali Songo.
Jamaluddin Husain al-Akbar adalah orang pertama dari keluarga Adzamat Khan yang datang dan menetap di Indonesia. Ia adalah putra Ahmad Jalal Syah (lahir dan wafat di India) bin Abdullah khan bin Abdul-Malik (wafat di India) bin Alwi (wafat di Tarim Hadromaut) bin Muhammad (Shahib Marbath) dan seterusnya sampai Imam al-Muhajir. Jamaluddin datang ke Indonesia dengan membawa keluarga dan sanak kerabatnya, lalu meninggalkan salah seorang putranya bernama Ibrahim Zain al-Akbar di Aceh untuk mengajarkan tentang Islam, sedangkan ia sendiri mengunjungi kerajaan Majapahit di Jawa kemudian merantau lagi ke daerah Bugis (Makassar dan Ujung pandang) dan berhasil dalam penyiaran Islam dengan damai sampai ia wafat di daerah Wajo, Makassar. Ia meninggalkan tiga orang putra, yaitu Ibrahim Zainuddin al-Akbar (yang ditinggal oleh ayahnya di Aceh), Ali Nurul Alam dan Zainal Alam Barakat.
Ibrahim Zainuddin al-Akbar (alias Ibrahim Asmoro) wafat di Tuban Jawa Timur dan meninggalkan tiga orang putra yakni: Ali Murtadha, Maulana Ishaq, (ayah dari Muhammad Ainul Yakin /Sunan Giri) dan Ahmad Rahmatulloh Sunan Ampel (ayah dari Ibrohim Sunan Bonang, Hasyim Sunan Drajat, Ahmad Husanuddin Sunan Lamingan, Zainal Abidin Sunan Demak, Jafar Shodiq Sunan Kudus).
Ali Nurul Alam putra dari Jamaluddin Husein Al Akbar, wafat di Anam (Siam) meninggalkan seorang putra yaitu Abdulloh Khan yang wafat di Kamphuchea (Kamboja). Dua orang putra Abdulloh beliau adalah Baabulloh Sultan Ternate dan Syarif Hidayatulloh Sunan Gunung Jati (ayah dari Sultan Hasanuddin, Sultan Banten yang pertama).
Zainal Alam Barokat, putra ketiga dari Jamaluddin Husen Al Akbar, wafat di Kampuchea atau di Cermin, meninggalkan dua orang putra yaitu Ahmad Zainal Alam dan Maulana Malik Ibrohim (wafat di Gresik).
Dari kalangan keluarga Alawiyin lainnya tercatat nama-nama para pahlawan kemerdekaan RI antara lain Pangeran Diponegoro, nama beliau adalah Mas Ontowiryo beliau lahir pada tanggal 17 Nopember 1785, ayah beliau adalah Hamengkubuwono III ( Sayyid Husein bin Alwy Baabud ). Tuanku Imam Bonjol nama beliau adalah Muhammad bin Shahab lahir pada tahun 1772 ayah beliau seorang ulama yang bernama Sayid Khatib Bajanuddin Bin Shahab dll.
Selanjutnya dapat disebutkan disini beberapa nama lainnya yang berjasa dibidang dakwah dan pendidikan mulai sekitar tahun 1800 M, antara lain :
* Sayid Idrus bin Salim Al Jufry di Palu, Sulawesi penyebar Islam di wilayah Timur
* Habib Ali bin Abdurrohman Al Habsyi, pendiri Islamic Center yang terletak di Kwitang
* Sayid Muhammad bin Abdurrohman bin Shahab, salah seorang pendiri Jamiatu Khair, dan masih banyak sekali.
Alawiyin yang lebih dikenal dengan sebutan sayid, habib, ayib dan sebagainya tetap dicinta dimana-mana dan memegang peranan rohani yang tidak dapat dibuat-buat sebagaimana juga di negara islam lain. Kebiasaan dan tradisi Alawiyin pun diikuti dalam Perayaan maulid Nabi, haul, nikah, upacara-upacara kematian dan sebagainya.
Suku-suku Alawiyin di Indonesia yang berjumlah kurang lebih 50.000; ada banyak yang dominan, antara lain Al-Saggaf, Al-Attas, Al-Syihab, Al-Habsyi, Al-Aydrus, Al-Kaf, Al-Jufri, Al-Haddad dan semua keturunan asal-usul ini dicatat dan dipelihara pada Al-Maktab Al-Da-imi yaitu kantor tetap untuk statistik dan pemeliharaan nasab sadatul-alawiyin yang berpusat di gedung “Darul Aitam” jalan K.H. Mas Mansyur (dahulu jalan Karet) No. 47, Jakarta Pusat (II/24).

Fadhilah Amal
Bulan Sya’ban (Bulan Rasulullah SAW)
Bulan ini dinamakan Sya’ban karena bulan ini sya’ab (menonjol) dari bulan-bulan lainnya. Rasulullah SAW, bersabda, “Pada bulan itu (Sya’ban) muncul bercabang-cabang kebaikan yang banyak”
Malam Nishfu Sya’ban
Malam Nishfu Sya’ban dipandang sebagai malam termulia setelah malam Lailatul qadar. Jika malam Jumat adalah penebus dosa-dosa seminggu, maka malam Nishfu Sya’ban adalah penebus dosa-dosa setahun sementara malam Lailatul qadar adalah penebus dosa-dosa seumur hidup yang mungkin umur kita tidak mencapainya (1000 bulan).
Allah membukakan 300 pintu rahmat-Nya bagi manusia yang tidak menyekutukan Allah pada malam nisfhu Sya’ban kecuali orang-orang ahli sihir, tukang tenung, orang yang saling marah dan bermusuhan, orang yang durhaka pada orang tuanya, orang yang mengadu domba, orang yang suka berzina, orang yang senang minum-minuman khamr dan sejenisnya dan orang yang makan harta dengan riba, serta orang yang memutuskan tali kekeluargaan. Mereka tidak akan diampuni hingga mereka bertaubat dan meninggalkan perbuatan tersebut.
Dikisahkan bahwa pada malam ini Nabi Muhammad SAW dibangunkan Malaikat Jibril agar Shalat dan berdoa kepada Allah SWT. Hal ini patut kita ikuti sebagai penambah nilai amaliyah kita. Dianjurkan pula kita membaca Surat Yasin tiga kali di awal waktu sesudah shalat Maghrib. Niat Pertama ialah mohon dipanjangkan umur untuk beribadah. Niat Kedua ialah minta dipelihara dari bencana, disembuhkan dari penyakit, dan diluaskan rizqinya. Niat ketiga adalah minta kaya hati dari segala makhluq (tidak butuh pada makhluq) dan memohon khusnul khotimah. Wallahu a’lam bishshowwab.


Mutiara Hikmah

Wasiat Sulthanul Auliya' Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily:

"Aku bertanya kepada guruku tentang sabda Nabi SAW: "Buatlah mudah dan jangan berbuat kesulitan, tebarkan kegembiraan dan janganlah membuat mereka terusir..." Beliau menjawab, "Tunjukkanlah mereka kepada Allah dan janganlah engkau tunjukkan mereka kepada selain Allah. Orang yang menunjukkan jalan kepada dunia, maka dunia akan menggulung anda. Orang yang menunjukkan jalan amal, maka amal itu akan membuat anda terbebani. Dan orang yang menujukkan anda kepada Allah, maka benar-benar menjadi penasehat anda.”



Bahtsul Masail
Adakah dalil yang memperbolehkan seorang anak menjadi wali ibunya sendiri?
Jawaban
Ada, pendapat Imam Muzani dari golongan Syafiiyah, namun pendapat Imam Muzani selalu dianggap pendapat lemah dalam kelompok madzhab Syafiiyah, atau dari pendapat Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal.
Nihayatul Muhtaj Juz 6 Halaman 232: “(tidak bisa anak dengan sifatnya menjadi anak menikahkan) berbeda dengan pendapat Imam Muzani, sebagaimana Imam yang Tiga (Malik, Abu Hanifah, Ahmad) karena tidak adanya persekutuan nasab diantara keduanya (ibu dan anak) maka tidaklah bisa anak dengan sesungguhnya menyerahkan tubuh ibunya karena itu pula saudara tidak dapat menikahkan seorang ibu.”



Buletin Da’wah ini diterbitkan setiap bulan dalam acara Rutin malam Sabtu (2 minggu sekali) Istighotsah di Pondok Pesantren Nurul Hidayah, Desa Bedug, Kecamatan Pangkah yang dibina oleh AlHabib Soleh bin Ali Al-Attas. Diberikan cuma-cuma untuk menambah khazanah dan wawasan keilmuan seputar permasalahan yang berkembang di masyarakat.

Sabtu, 14 Juni 2008

Buletin Penyejuk Hati Edisi 16

Jumadil Akhir 1429 H

Juli 2008 M

Buletin

Penyejuk Hati

Menuju Sunah Rasul



SALAM REDAKSI <<<<

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah, pencipta makhluk yang terpuji, Nabi Muhammad SAW. Rabb yang telah memudahkan terbitnya buletin ke16 ini. Semoga istiqomah dan berjalan dalam naungan ridlo-Nya. Amin. Keindahan islam semoga bercahaya diatas zaman yang sudah bertebaran fitnah ini. Semoga Allah menjauhkan kita dari fitnah tersebut. Amin. Kritik dan saran serta pertanyaan insya Allah akan kami terima dengan sebaik-baiknya. Mohon maaf setulus-tulusnya atas setiap kesalahan baik dalam hal pencetakan, isi, maupun dari pribadi kami. Jazakumullah khairan katsiran. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

FIQRAH <<<<

Madzhab

Secara bahasa madzhab berarti jalan. ”Madzhab berarti jalan” (Al- Qamus al-Muhith 86). Sedangkan pengertian madzhab secara istilah sebagaimana dijelaskan oleh KH. Zainal Abidin Dimyathi dalam kitabnya al-Idza’ah al-Muhimmah adalah ”Madzhab adalah hukum-hukum dalam berbagai masalah yang diambil, diyakini dan dipilih oleh para imam mujtahid.” (Al-Idza’ah al-Muhimmah, 18)

Madzhab tidak akan terbentuk dari hukum yang telah jelas (qath’i) dan disepakati para ulama. Misalnya bahwa shalat itu wajib zina haram dan semacamnya. Madzhab itu ada dan terbentuk karena terdapat beberapa persoalan yang masih terjadi perselisihan di kalangan ulama. Kemudian hasil pendapat itu disebarluaskan serta diamalkan oleh para pengikutnya.

Jadi, madzhab itu merupakan hasil elaborasi (penelitian secara mendalam) para ulama untuk mengetahi hukum tuhan yang terdapat dalam al-Qur’an, al-Hadits serta dalil yang lainnya. Dan sebenarnya, madzhab yang boleh diikuti tidak terbatas pada empat saja. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyid ’Alawi bin Ahmad al-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, ”(Sebenarnya) yang boleh diikuti itu tidak hanya terbatas pada empat madzhab saja. Bahkan masih banyak madzhab ulama yang boleh diikuti, seperti madzhab dua Sufyan (Sufyan al-Tsauri dan Sufyan bin Uyainah), Ishaq bin Rahawaih, Imam Dawud al-Zhahiri, dan al-Awza’i.” (Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah. 59)

Namun mengapa yang diakui serta diamalkan oleh ulama golongan Ahl al Sunnah wa al Jama’ah hanya empat madzhab saja?

Sebenarnya, yang menjadi salah satu faktor adalah tidak lepas dari murid-murid mereka yang kreatif, yang membukukan pendapat-pendapat imam mereka sehingga pendapat imam tersebut dapat terkodifikasikan dengan baik. Akhirnya, validitas (kebenaran sumber dan salurannya) dari pendapat-pendapat tersebut tidak diragukan lagi. Di samping itu, madzhab mereka telah teruji ke-shahihan-nya, sebab memiliki metode istinbath (penggalian hukum) yang jelas dan telah tersistematisasi dengan baik, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sebagaimana yang diuraikan oleh Sayyid Alwi bin Ahmad al-Seggaf, ”Sesungguhnya ulama dari kalangan madzhab Syafi’i RA menjelaskan bahwa tidak boleh bertaqlid kepada selain madzhab yang empat, karena selain yang empat itu jalur periwayatannya tidak valid, sebab tidak ada sanad yang bisa mencegah dari kemungkinan adanya penyisipan dan perubahan. Berbeda dengan madzhab yang empat. Para tokohnya telah mencurahkan kemampuannya untuk meneliti setiap pendapat serta menjelaskan setiap sesuatu yang memang pernah diucapkan oleh mujtahidnya atau yang tidak pernah dikatakan, sehingga para pengikutnya merasa aman (tidak merasa ragu atau khawatir) akan terjadinya perubahan, distorsi pemahaman, serta mereka juga mengetahui pendapat yang shahih dan yang dha’if”. (Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, 59)

Pada perkembangan selanjutnya para ulama pesantren terus-menerus berusaha untuk membangkitkan sistem bermadzhab ini. Karena zaman bergulir begitu cepatnya, waktu melesat tak dapat dicegat, dan perubahan tidak dapat dielakkan, sementara fiqh Islam harus hadir memberikan solusi untuk menjawab berbagai persoalan kemasyarakatan, maka umat Islam di tuntut untuk dapat berkreasi dalam memecah berbagai persoalan tersebut. Sehingga diperlukan pendekatan ’baru’ guna membuktikan slogan shaliha likulli makaan wa zamaani. Salah satu bentuknya adalah dengan mengembangkan pola bermadzhab secara tekstual (madzhab qawli) menuju pola bermadzhab metodologis (madhzhab manhaji) dalam fiqh Islam, sebagaimana yang digagas oleh DR. KH. Sahal Mahfudh.

Beberapa ciri yang menonjol dalam fiqh sosial diantaranya adalah melakukan interpretasi teks-teks fiqh secara kontekstual, perubahan pola bermadzhab, dari madzhab kontekstual (madzhab qawli) menuju pola bermadzhab secara metodologis (madzhab manhaji), verifikasi ajaran secara mendasar, dengan membedakan ajaran yang pokok (ushul) dan yang cabang (furu’), dan pengenalan metodologi filosofi, terutama dalam masalah budaya dan sosial. (KH.Sahal Mahfudh, dalam Duta Masyarakat, 18 Juni 2003)

Namun demikian, usaha ini hanya bisa dilakukan dalam persoalan sosial kemasyarakatan (hablun min-al nas), tetapi tidak bisa masuk masalah hablumminallah. Artinya, dalam hubungan dengan sesama manusia, kaum muslimin harus membuat berbagai terobosan baru untuk menjawab dinamika sosial yang terus bergulir dengan cepat. Namun, itu tidak berlaku dalam hubungan vertikal hamba dengan Sang Khalik. Sebab yang dibutuhkan dalam ibadah adalah kepatuhan seorang hamba yang tunduk dan pasrah menyembah kepada-Nya. Sebagaimana kaidah yang diungkapkan oleh al-Syathibi al-Muwafaqat-nya Yang asal dalam masalah ibadah adalah ta’abbud (dogmatis) tanpa perlu melihat maknanya. Sedangkan asal dalam mu’amalah (interaksi antara sesama manusia) adalah memperhatikan maknanya (esensinya).” (Al-Muwafakat fi Ushul al-Ahkam, juz II, hal 300)

Dari penjelasan sederhana ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan.

  1. Madzhab merupakan sebuah ’jalan’ yang ’disediakan’ oleh para mujtahid sebab adanya perbedaan pendapat di antara mereka.

  2. Umat Islam tidak terikat pada satu madzhab tertentu dan mereka diberi kebebasan untuk memilih madzhab.

  3. Namun, yang berhak diikuti hanya terbatas pada empat madzhab saja, yakni madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.

  4. Umat Islam perlu mengembangkan pola bermadzhab yang dapat menjamin kemaslahatan masyarakat, khususnya dalam masalah sosial kemasyarakatan.

    1. PROFIL <<<

    2. Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih Al-Alawy

    3. Hafal Ribuan Hadits


Di Kota Bunga, Malang, Jawa Timur, ada seorang auliya’ yang terkenal karena ketinggian ilmunya. Ia juga hafal ribuan hadits bersama dengan sanad-sanadnya. Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al-Alawy dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut, pada hari Selasa 15 Safar tahun 1316 H/1896 M. Saat bersamaan menjelang kelahirannya, salah seorang ulama besar, Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf, bermimpi bertemu Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir Jailani. Dalam mimpi itu Syekh Abdul Qadir Jailani menitipkan kitab suci Al-Quranul Karim kepada Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfagih.

Pagi harinya Habib Syaikhan menceritakan mimpinya kepada Habib Ahmad. Habib Ahmad mendengarkan cerita dari Habib Syaikhan, kemudian berkata, ”Alhamdulillah, tadi malam aku dianugerahi Allah SWT seorang putra. Dan itulah isyarat takwil mimpimu bertemu Syekh Abdul Qadir Jailani yang menitipkan Al-Quranul Karim agar disampaikan kepadaku. Oleh karena itu, putraku ini kuberi nama Abdul Qadir, dengan harapan, Allah SWT memberikan nama maqam dan kewalian-Nya sebagaimana Syekh Abdul Qadir Jailani.” Demikianlah, kemudian Habib Ahmad memberi nama Abdul Qadir karena mengharap berkah (tafa’ul) agar ilmu dan maqam Abdul Qadir seperti Syekh Abdul Qadir Jaelani.

Sejak kecil, ia sangat rajin dan tekun dalam mencari ilmu. Sebagai murid, ia dikenal sangat cerdas dan tangkas dalam menerima pelajaran. Pada masa mudanya, ia dikenal sebagai orang yang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu dan menaruh penghormatan yang tinggi kepada guru-gurunya. Tidaklah dinamakan mengagungkan ilmu bila tidak memuliakan ahli ilmu, demikian filosofi yang terpatri dalam kalbu Habib Abdul Qadir.

Pernah suatu ketika di saat menuntut ilmu pada seorang mahaguru, ia ditegur dan diperingatkan, padahal Habib Abdul Qadir waktu itu pada pihak yang benar. Setelah memahami dan mengerti bahwa sang murid berada di pihak yang benar, sang guru minta maaf. Namun, Habib Abdul Qadir berkata, ”Meskipun saya benar, andaikan Paduka memukul muka hamba dengan tangan Paduka, tak ada rasa tidak menerima sedikit pun dalam diri hamba ini.” Itulah salah satu contoh keteladanan yang tinggi bagaimana seorang murid harus bersopan-santun pada gurunya.

Guru-guru Habib Abdul Qadir, antara lain, Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiry, Habib Alwy bin Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor, Syekh Segaf bin Hasan Alaydrus, Syekh Imam Muhammad bin Abdul Qadir Al-Kattany, Syekh Umar bin Harridan Al-Magroby, Habib Ali bin Zain Al-Hadi, Habib Ahmad bin Hasan Alatas, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsy, Syekh Abubakar bin Ahmad Al-Khatib, Syekh Abdurrahman Bahurmuz. Dalam usia yang masih anak-anak, ia telah hafal Al-Quran. Tahun 1331 H/1912 M, ia telah mendapat ijazah dan berhak memberikan fatwa agama, antara lain di bidang hukum, dakwah, pendidikan, dan sosial. Ini merupakan anugerah Allah SWT yang telah diberikan kepada hamba pilihan-Nya.

Maka tidak berlebihan bila salah seorang gurunya, Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab, menyatakan, ”Ilmu fiqih Marga Bilfagih setara dengan ilmu fiqih Imam Adzro’iy, sedangkan dalam bidang tasawuf serta kesusastraan bagai lautan tak bertepi.”
Sebelum meninggalkan kota Tarim untuk berdakwah, di tanah kelahirannya ia sempat mendirikan organisasi pendidikan sosial Jami’yyatul Ukhuwwah wal Mu’awanah dan Jami’yyah An-Nasr Wal Fudho’il tahun 1919 M. Sebelum berhijrah ke Indonesia, Habib Abdul Qadir menyempatkan diri beribadah haji dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan dan singgah di beberapa kota dan negara, seperti Aden, Pakistan, India, Malaysia, dan Singapura. Di setiap kota yang disinggahi, ia selalu membina umat, baik secara umum maupun khusus, dalam lembaga pendidikan dan majelis taklim.

Tiba di Indonesia tepatnya di kota Surabaya tahun 1919 M/1338 H dan langsung diangkat sebagai direktur Madrasah Al-Khairiyah. Selanjutnya, ia mendirikan Lembaga Pendidikan Madrasah Ar-Rabithah di kota Solo tahun 1351 H/1931 M. Selepas bermukim dan menunaikan ibadah haji di Makkah, sekembalinya ke Indonesia tanggal 12 Februari 1945 ia mendirikan Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah dan Perguruan Islam Tinggi di kota Malang. Ia pernah diangkat sebagai dosen mata kuliah tafsir pada IAIN Malang pada 1330 H/1960 M. Keistimewaan Habib Abdul Qadir adalah, ia ahli ilmu alat, nahwu, sharaf, manthiq, ilmu kalam, serta ma’any, bayan, dan badi (tiga yang terakhir merupakan bagian ilmu sastra). Dalam bidang hadits, penguasaannya adalah bidang riwayat maupun dirayah, dan hafal ribuan hadits. Di samping itu, ia banyak mendapat hadits Al-Musalsal, yakni riwayat hadits yang tersambung langsung kepada Rasulullah SAW. Ini diperolehnya melalui saling tukar isnad (saling menukar periwayatan hadits) dengan Sayid Alwy bin Abas Al-Maliky saat berkunjung ke Makkah. Sebagai seorang ulama yang menaruh perhatian besar dalam dunia pendidikan, ia juga giat mendirikan taklim di beberapa daerah, seperti Lembaga Pendidikan Guru Agama di Sawangan, Bogor, dan Madrasah Darussalam Tegal, Jawa Tengah.

Banyak santrinya yang di kemudian hari juga meneruskan jejaknya sebagai muballigh dan ulama, seperti Habib Ahmad Al-Habsy (Ponpes Ar-Riyadh Palembang), Habib Muhammad Ba’abud (Ponpes Darul Nasyi’in Malang), Habib Syekh bin Ali Al Jufri (Ponpes Al-Khairat Jakarta Timur), K.H. Alawy Muhammad (Ponpes At-Taroqy Sampang, Madura). Perlu disebutkan, Prof. Dr. Quraisy Shihab dan Prof. Dr. Alwi Shihab pun alumnus pesantren ini. Habib Abdul Qadir wafat pada 21 Jumadil Akhir 1382 H/19 November 1962 dalam usia 62 tahun. Kala saat-saat terakhirnya, ia berkata kepada putra tunggalnya, Habib Abdullah, ”… Lihatlah, wahai anakku. Ini kakekmu, Muhammad SAW, datang. Dan ini ibumu, Sayyidatunal Fatimah, datang….” Ribuan umat berdatangan untuk meyampaikan penghormatan terakhir kepada sang permata ilmu yang mumpuni itu. Setelah disemayamkan di Masjid Jami’ Malang, ia dimakamkan di kompleks makam Kasin, Malang, Jawa Timur.

Diringkas dari manakib tulisan Habib Soleh bin Ahmad Alaydrus, pengajar Ponpes Darul Hadits Malang, Jawa Timur


BAHTSUL MASAIL <<<<

Dapatkah Hukuman Mati Melebur Dosa
Oleh KH. A. Mustofa Bisri
Seri ke-59, Jum'at, 25 Februari 2000

Tanya:

  1. Orang yang membunuh orang baik disengaja atau tidak, kalau sudah menjalani hukuman mati apakah sudah impas dosanya? Artinya, di akhirat kelak tidak akan dimintai pertanggungan jawab mengenai dosanya membunuh itu?

  2. Bagaimana hukumnya algojo yang melaksanakan tugas hukuman mati tersebut; kan itu namanya membunuh orang juga?

Jawab:
Secara hakikat, dosa apa saja, termasuk dosa membunuh orang, adalah terserah Allah. Kalau Allah menghendaki, yang bersangkutan bisa saja diampuni, tapi bisa juga tidak. Namun secara syariat, ada dosa --termasuk dosa membunuh-- yang sudah ditentukan hukumnya di dunia. Apabila hukuman tersebut sudah dilaksanakan sesuai ketentuan, yang bersangkutan tidak akan dituntut lagi di akhirat. Rasulullah Saw. dalam suatu majelis, seperti diceritakan shahabat 'Ubadaha Ibn Shaamit, bersabda:

"Kalian berbaiatlah kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun, tidak berzina, tidak mencuri, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah. Dan barangsiapa melakukan sesuatu dari larangan-larangan tersebut kemudian sudah dihukum karenanya, maka hukuman itu merupakan tebusannya. Sedangkan barangsiapa melakukan (tidak sampai ketahuan), maka urusannya terserah Allah; jika menghendaki ia mengampuninya dan jika menghendaki ia menghendaki ia bisa menyiksannya." (HR. Muslim)

Dari hadis-hadis tersebut jelas bahwa pembunuh yang sudah menjalani hukumnnya di dunia, seperti yang Anda tanyakan, tidak akan dituntut lagi (untuk dosanya membunuh itu) di akhirat kelak. Karena hukuman di dunia itu sudah diragukan merupakan tebusannya.

Dari hadis itu pula, terjawab pertanyaan Amda kedua tentang algojo yang bertugas menghukum si pembunuh. Meskipun namanya membunuh juga, namun si algojo melakukannya semata-mata menjalankan tugas. Atau dengan kata lain, dia membunuh dengan alasan yang haq menurut agama. Demikian, wallaahu A'lam



MUTIARA HIKMAH <<<<

Mandhumah Wasiyah Al-Ikhwan

Al Imam Al Habib Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Muhsin bin Alhusain bin Umar bin Abdurrahman Alattas


Wasiatku padamu wahai saudaraku! Taatlah kalian selalu kepada Allah

Dan janganlah kalian menyiakan waktu kalian, kelak kalian kan menyesali yang dilewatkan

Karena sesungguhnya modal terbesar seseorang adalah masa mudanya

dan sumber kerugiannya adalah mengulur-ulurkan waktunya

Alangkah indah taatnya para pemuda maka bergegaslah untuk selalu bertakwa, saudaraku!

Makmurkan waktu kalian dengan taat dan dzikir setiap waktu

Karena barang siapa yang tersiakan sesaat dari waktunya maka akan menjadi penyesalan untuknya di kuburnya

Dan yang mengatakan aku masih muda, tunggu ketika ku dewasa ku kan takut pada Allah

sesungguhnya mereka itulah yang ditipu iblis dan hatinya telah lalai dan tertutup

Celakalah mereka yang tak bertaubat saat muda dan tak pernah mau melihat kekurangannya

Jika kau ingin mengikuti jejak Sang Nabi maka jauhilah teman yang dapat merusakmu

Pilihlah kawan yang bisa membimbingmu sebab sseorang selalu mengikuti perilaku kawannya

Persahabatan dengan orang solih merupakan obat hati dan menambah semangat dan tabahnya hati

Sedangkan persahabatan dengan orang bodoh adalah penyakit dan membutakan

Serta menambah penyakit bagi hati yang sakit

Bertaubatlah kepada Tuhanmu hai manusia sebelum terlambat dengan datangnya kematian

Wahai yang lalai dan lupa pada Tuhannya!

Renungkanlah… dengan apa kau kan menghadap kepadaNya?!

Apakah kau tak berfikir bahwa kematian datang dengan cepat?!

Dan tidakkah kau berfikir bahwa yang didapat manusia hanyalah hasil dari perbuatannya?!

Dan sungguh tidak ada yang dapat dipetik oleh manusia setelah kematian

Melainkan buah dari apa yang ia perbuat (di dunia)?!

(dengarkanlah Nasihatku) wahai orang yang bangkrut (perdagangan akhiratnya), panjang angan-angannya…menyia-nyiakan waktunya serta banyak alasannya

siang harinya dilalui dengan foya-foya dan di malam hari tidur dengan keadaan sangat tercela

Doamu untukku (selalu ku harapkan) wahai yang mendengar wasiatku…

Agar (Tuhan) selalu mengampuniku dan menutup usiaku dengan syahadat

Segala puji bagi Allah atas selesainya wasiat ini sepanjang diserukannya solat

Dan sholawat semoga selalu tercurah kepada Nabi Sang Pemimpin selama merpati-merpati menyanyi diatas dahan dan juga kepada keluarganya selama pagi tetap bersinar serta para sahabatnya selama angin tetap berhembus


TIM REDAKSI

Habib Soleh bin Ali Alatas <<<<>

Alyan Fatwa <<<<>

Ustadz Muslih <<<<>

> Khanan > Zia Ul Haq > Heri K > Azis Salato > A. Faiq H. > Soleh <<<<>

=| CONTACT PERSON |=

mt_nurulhidayah@yahoo.com eMAIL

www.majelistalimnurulhidayah.blogspot.com BLOG

www.yahoogroups.com/mt_nurulhidayah MILIS

0283-445179 / 081519858987 Telp.

Senin, 05 Mei 2008

Buletin Penyejuk Hati Edisi 15

Rabi’ Ats-Tsani 1429 H
Mei 2008 M


Buletin
PENYEJUK HATI
MENUJU SUNAH RASUL

SALAM REDAKSI


Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmatnya sehingga edisi ke15 ini dapat diterbitkan. Solawat salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Edisi 14 sebelumnya kami sadari penuh dengan kekurangan diantaranya kesalahan pengetikan seperti alamat Blog kami, Headline Nama Al-Habib Ali bin Alwi yang seharusnya Al-Habib Ali bin Muhammad. Itulah yang dapat kami sampaikan. Mohon maaf sebesar-besarnya dan kami berterimakasih banyak atas perhatian, kerjasama, kritik, saran, & pertanyaan yang semakin menambah baiknya buletin ini. Jazakumullah khairan katsiran. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

TIM REDAKSI
Pembina: Habib Soleh bin Ali Alatas
Pemimpin Redaksi: Alyan Fatwa
Editor: Ustadz Muslih
Redaktur: > Khanan > Zia Ul Haq > Heri K > Azis Salato > A. Faiq H. > Soleh
=| CONTACT PERSON |=
 Email mt_nurulhidayah@yahoo.com
 Blog www.majelistalimnurulhidayah.blogspot.com
 Milis www.yahoogroups.com/mt_nurulhidayah
 Telepon/ HP 0283-445179 / 081519858987


Fikrah: Keturunan Rasulullah

Ahlul Bait dan Dzuriyat Nabi Muhammad SAW
Ahlul Bait (keluarga) yang termasuk di dalamnya dzuriyat (keturunan) Nabi Muhammad SAW sebagaimana disabdakan oleh Nabi sendiri, merupakan jalan keselamatan bagi Umat Nabi Muhammad SAW. “Sesungguhnya Allah ingin menghilangkan segala noda dan kotoran dari kalian para Ahlul Bait, serta mensucikan kalian dengan sesuci-sucinya”. Rasulullah SAW bersabda, “Aku tinggalkan bagi kalian dua hal selama kalian berpegang teguh terhadap keduanya maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Pertama adalah Al-Qur’an dan kedua adalah keturunanku Ahlul Baitku. Sesungguhnya keduanya tak akan terpisahkan selamanya hingga mereka datang kepadaku di telagaku”
Maka, di zaman yang penuh dengan pemikiran beragam, aliran berbeda-beda, bid’ah sayyi’ah, kemunkaran, bahkan sampai dengan menjangkau akidah yang berbeda seperti kemunculan Nabi-nabi palsu yang kian arak diperbincangkan kala ini, maka Rasulullah sudah membimbing umatnya agar berpegang kepada AlQuran dan Ahlul bait yang tak akan terpisah selamanya dari AlQuran.

Sebagaimana datuk mereka, Nabi Muhammad SAW yang bertahajjud sehingga kakinya membengkak sangking asyiknya membaca AlQuran saat itu. Imam Ali bin Abi Thalib ditanya: “Apakah Ahlul Bait diistimewakan dengan sesuatu yang tidak kami miliki?” Maka Beliau ra menjawab: “Tidak, akan tetapi kami hanya memiliki pemahaman lebih dalam tentang AlQuran yang diberikan Allah kepada salah seorang dari kami” Justru pemahaman tersebut adalah keistimewaan terbesar bagi Ahlul Bait.
Ahlul Kisa yakni Rasulullah, Sayyidatuna Fatimah, Imam Ali bin Abi Thalib, Imam Hasan & Husein, mereka hidup seiring AlQuran dan tak pernah menyimpang sedikitpun juga. Hal itu berlanjut pula pada keturunan mereka, Assajjad Imam Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Setiap malam sebanyak 1000 rokaat ia bertahajud sembari syahdu membaca alquran hingga kita akan malu jika melihat beliau yang memiliki bekas guratan air mata yang bergaris kehitaman dibawah matanya akibat beliau yang selalu menangis dalam beribadat kepada Allah di setiap malam. Oleh karena itulah ia bergelar Zainal Abidin (Ahli Ibadah yang paling mulia). Rasulullah SAW bersabda kepada Jabir bin Abdullah: “Wahai Jabir, Kelak anakku ini (Al Husein) akan memperoleh seorang putra bernama Ali, jik tiba hari kiamat, akan terdengar panggilan berbunyi: “Hendaknya berdiri pemimpin dari sekalian ahli ibadat!” maka niscaya dia inilah yang akan berdiri. Dan ia (Ali) akan melahirkan seorang putra bernama Muhammad yang akan memenuhi dunia dengan Ilmunya. Apabila engkau berjumpa dengannya, maka sampaikanlah salamku kepadanya!”. Maka, seiring waktu berjalan Jabir ra. diberikan umur panjang oleh Allah SWT hingga akhirnya ia bertemu seorang anak bernama Muhammad bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka ia pun memeluknya dan menyampaikan salam Rasulullah kepada anak tersebut. Beberapa hari setelah tu, Jabir bin Abdullah meninggal dunia.
Beberapa pihak sejarah mengingkari keberadaan keturunan Rasulullah selanjutnya setelah terjadinya pembunuhan keluarga Imam Hasan dan Husein di Karbala saat pemerintahan Yazid bin Muawiyah, yaitu mulai dari Imam Ali Zainal Abidin hingga keturunan-keturunannya yang sekarang yaitu yang lebih sering kita kenal dengan gelar Habib atau Sayyid. Maka, disampaikan oleh Habib Ahmad bin Jindan dalam sebuah kesempatan di Majelis Ta’lim Pondok Pesantren Al-Fakhriyah, “Tidak usah jauh-jauh, dalam surah Al-Kautsar (selain AlKautsar itu berarti Telaga milik Rasulullah, bisa juga ditafsirkan sebagai nikmat berupa keturunan dan kedua tafsir itu adalah benar), Allah sendiri sudah mengisyaratkan bahwa orang-orang yang mengingkari keberadaan keturunan Rasulullah SAW hingga Yaumil Akhir maka merekalah yang disebut sebagai Al-Abtar (Yang tidak memiliki keturunan)”. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang yang bersikap demikian, dia adalah 'Ash bin Wail, sewaktu Nabi saw. ditinggal wafat putranya yang bernama Qasim, lalu 'Ash menjuluki Nabi sebagai Abtar yakni orang yang terputus keturunannya. Maka Allah menyebut ‘Ash bin Wail itulah yang merupakan Al-Abtar.
Begitu banyak kisah para keturunan Rasululah itu yang mencerminkan sebagian dari akhlaq Rasulullah yang sangat banyak. Misalnya, Imam Ubaydillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al’Uraidhi yang merubah namanya dari Abdullah menjadi Ubaydillah karena merasa ia belum pantas disebut sebagai hamba Allah. Sungguh rendah hatinya beliau. Contoh lain ialah Imam Ali Khola’ Qosam yang diriwayatkan bahwa beliau tidak memberi salam kepada Rasulullah SAW baik dalam solat maupun di luar solat, melainkan mendengar jawaban langsung dari Rasululah SAW : “Wa’alaikas salam ya Syeikh”, yang artinya: “dan atasmu salam sejahtera wahai Syeikh”. Jawaban ini juga terdengar oleh para makmum yang ikut solat dengannya di masjid Ba’alawi di Tarim, Hadramaut, Yaman. Dan masih banyak lagi kisahnya dari dahulu hingga para wali dari habib/sayyid sekarang.
Para keturunan Rasulullah pun berjasa pula menyebarkan Islam di Indonesia diantaranya mulai dari beberapa walisanga yang merupakan cucu dan keturunan langsung dari AlImam Abdul Malik bin Alwi ‘Ammul Faqiih bin Muhammad Sohibul Murbath dan juga wali dan ulama generasi selanjutnya. Apabila mereka semua tidak mengenal jalan Ahlul Bait yang merupakan ayah dan kakeknya, maka pasti tak ada seorang pun di muka bumi yang mengenal jalan Ahlul Bait. Walllahu a’lam bishshowab.
*) Disarikan sebagian dari “Qul Hadzihi Sabili” Ceramah Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan

Profil: Al-Habib Abdurrahman Az-Zahir
Pejuang Perang Aceh
Menjelang akhir abad ke-19 tekanan kolonialisme Belanda terhadap pejuang-pejuang kemerdekaan semakin bengis, terutama terhadap pejuang-pejuang Islam. Tapi tekanan itu tidak pernah mengendurkan semangat para syuhada dalam berjuang melawan penjajah. Berbagai perlawanan, bahkan peperangan terjadi di tanah air untuk mendepak keluar penjajah.
Di antara peperangan melawan Belanda, perang Aceh merupakan peperangan yang paling lama dan dahsyat. Dari tahun 1973 sampai tahun 1903, tidak kurang dari 30 tahun, tanah rencong ini bergolak dan disirami darah para syuhada. Dalam perang ini, beberapa nama menjadi sangat terkenal, seperti Teuku Umar, Panglima Polim, Cut Nyak Dien dan banyak lagi. Tapi, seperti dikatakan oleh Mr. Hamid Algadri (alm.), 86, di dalam bukunya, Islam dan Keturunan Arab dalam Pemberontakan Melawan Belanda, kurang diketahui oleh umum bahwa di dalam perang itu juga terdapat beberapa keturunan Arab. Bahkan, kata Hamid Algadri, mereka berperan bersama di antara para pemimping Aceh dalam perang dahsyat itu.
Nama yang disebut Snouck Hurgronje antara lain adalah Habib Tengku Teupin Wan, salah seorang organisator perang suci itu. Nama-nama lain keturunan Arab yang disebutnya adalah Habib Long, Habib Samalanga dan sebagainya. Tetapi, kata Snouck, yang paling terkenal diantara pemimpin Perang Aceh keturunan Arab adalah Habib Abdurrahman Azzahir yang lahir di Teupin Wan, sebuah desa di Aceh, dekat Lamjong.
Diantara semua gejala ini, maasih kata Snouck, munculnya Habib Abdurrahman adalah yang paling mengkhawatirkan pihak kolonial Belanda. Maksudnya di antara tokoh-tokoh Aceh dan para habib yang terlibat di dalam perang itu, Habib ini yang sering dipanggil Habib Itam atau Abdurrahman Teupian Wan, diakui oleh umum sebagai pemimpin tertinggi orang Aceh. Orang terpenting yang bekerja di bawah pimpinannya adalah Engku Id, Tengku Abas, Tjot Rang, Imeum Saidi dari Lambaro dan banyak lagi, seperti Tengku Soepi, putera Tengku di Langget yang masyhur.
Terhadap pendapat bahwa Habib Abdurrahman Al-Zahir (Al-Zahir adalah cabang dari Shahab) hanya merupakan pemimpin bayangan Perang Sabil, Snocuk tegas-tegas membantahnya. Pendapat Snocuk ini berdasarkan kenyataan yang ada dan berdasarkan apa yang masih diingat oleh jenderal-jenderal Belanda sendiri mengenai aksi-aksi Habib.
Selain Snouck, seorang penulis Australia, Anthony Reid juga menulis tentang Habib Abdurrahman Azzahir. Digambarkan bahwa waktu munculnya sang Habib di sekitar tahun 1870, kesultanan Aceh sudah merupakan pemerintahan yang tidak berarti, karena antara lain munculnya curiga-mencurigai diantara para hulubalang sehingga membatasi kemampuan sultan untuk memerintah secara efektif. Tetapi seorang pemimpin agama seperti Habib Abdurrahman dapat menghimbau rakyat berdasarkan loyalitas yang lebih tinggi dengan menonjolkan kewajiban agama, untuk mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk usaha diplomatik dan perang. Ia, setelah berhasil menghimpun dana besar, juga berhasil mendamaikan para hulubalang dan sultan yang berada dalam permusuhan selama puluhan tahun. Habib juga berhasil membangun kekuatan militer sendiri untuk mengobarkan perlawanan terhadap penjajah Belanda.


Bahtsul Masail: ISBAL

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Habib, saya ingin bertanya mengenai Isbal, bagaimanakah hukum Isbal itu?
Jawaban:
Isbal (tidak membuat pakaian menjela/memanjang dibawah mata kaki) adalah sunnah Rasul saw dalam sholat dan diluar shalat,
Rasul saw bersabda: "Barangsiapa yang menyeret-nyeret pakaiannya (menjela pakaiannya/jubahnya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat(murka)" lalu berkata Abubakar shiddiq ra : “Wahai Rasulullah..., pakaianku menjela..,” maka berkata Rasul SAW: "Sungguh kau memperbuat itu bukan karena sombong" (Shahih Bukhari Bab Manaqib). Berkata Al Hafidh Imam Ibn Hajar mengenai syarah hadits ini : "kesaksian Nabi saw menafikan makruh perbuatan itu pada ABubakar ra" (Fathul Baari bisyarh shahih Bukhari Bab Manaqib).
Jelaslah sudah bahwa perbuatan itu tidak makruh apalagi haram, kecuali jika diperbuat karena sombong, dimasa itu bisa dibedakan antara orang kaya dg orang miskin adalah dilihat dari bajunya, baju para buruh dan fuqara adah pendek hingga bawah lutut diatas matakaki, karena mereka pekerja, tak mau pakaiannya terkena debu saat bekerja, dan para orang kaya dan bangsawan memanjangkan jubahnya menjela ketanah, karena mereka selalu berjalan diatas permadani dan kereta, jarang menginjak tanah, maka jadilah semacam hal yg bergengsi, memakai pakaian panjang demi memamerkan kekayaannya, dan itu tak terjadi lagi masa kini, orang kaya dan miskin sama saja, tak bisa dibedakan dengan pakaian yg menjela. Jelas dibuktikan dengan riwayat shahih Bukhari diatas, bahwa terang2an abubakar shiddiq ra berpakaian spt itu tanpa sengaja, namun Rasul saw menjawab : "Kau berbuat itu bukan karena sombong" Berarti yg dilarang adalah jika karena sombong. (dari Forum Fiqh www.majelisrasulullah.org, Habib Mundzir AlMusawwa)

HIKMAH
 Berkata Rasulullah SAW:
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka.” (Bukhori dan Muslim)
 Berkata Sayidina Ali Bin Abu Tholib Ra :
"Bukanlah seorang pemuda yang membanggakan harta dan kedudukan ayahnya, tetapi seorang pemuda yang berkata inilah aku (Beramal Sholeh)".
 Berkata Imam Syafi'i :
"Cintailah orang sholeh, karena mereka memiliki kesholehannya, cintailah Nabi Muhammad SAW, karena dia kekasih Allah SWT, dan cintailah Allah SWT, karena dia kecintaan Nabi dan orang Sholeh".


Buletin Da’wah ini diterbitkan sebulan sekali dalam acara Rutin Malam Rabu Kliwon Ba’da Maghrib di Majelis Ta’lim Wa Ratib Nurul Hidayah yang dibina oleh AlHabib Soleh bin Ali Al-Attas Giren, Talang. Diberikan cuma-cuma untuk menambah khazanah dan wawasan keilmuan seputar permasalahan yang berkembang di masyarakat.








Sabtu, 22 Maret 2008

Buletin Penyejuk Hati Edisi 14

Edisi 14 / Rabiul Awal / 1429 H

Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahilladzi hadaanaa bi’abdihil mukhtari man da’aanaa wa shollallahu ‘ala Sayyidinaa Muhammadin Wa ‘ala alihi wa sohbihi ‘ajmain.
Alhamdulillah kita semua dapat bersua kembali dalam majelis ilmu yang mulia ini dalam suasana Maulid Nabi Muhammad SAW. Di Edisi 14 ini, buletin Penyejuk Hati kembali menghadirkan wacana yang semoga dapat memicu peningkatan ketaatan kita kepada Allah Jalla Wa’ala dan kecintaan kepada Sayyidana Muhammad SAW. Kritik Saran dan pertanyaan sangat kami butuhkan. Semoga buletin ini diberkahi dan bermanfaat. Amin. Wallahu a’lam Bishshowwab.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

TIM REDAKSI
PEMBIMBING:Habib Soleh bin Ali Alattas
KETUA:Alyan Fatwa
REDAKTUR:Khanan > Zia Ul Haq > Heri K > Azis Salato > A. Faiq H. > Soleh =
| CONTACT PERSON |=
Email mt_nurulhidayah@yahoo.com
Milis www.yahogroups.com/mt_nurulhidayah
Telepon/ HP 0283-445179 / 081519858987"


FIKRAH
FIKRAH

“Dan ketika hampir tiba saat kelahiran insan tercinta ini, gema ucapan selamat datang yang hangat berkumandang di langit dan di bumi.
Hujan kemurahan Ilahi tercurah atas penghuni alam dengan lebatnya...
Lidah malaikat bergemuruh mengumumkan kabar gembira, kuasa Allah menyingkap tabir rahasia tersembunyi, membuat cahaya Nur-Nya terbit sempurna di alam nyata…
"CAHAYA MENGUNGGULI SEGENAP CAHAYA"
Ketetapan-Nya pun terlaksana atas manusia pilihan yang ni'mat-Nya disempurnakan bagi mereka; yang menunggu detik-detik kelahirannya;
sebagai penghibur pribadinya yang beruntung dan ikut bergembira mereguk ni'mat berlimpah ini.
Maka hadirlah dengan taufiq Allah; As-Sayyidah Maryam dan As-Sayyidah Asiah, bersama sejumlah bidadari surga yang beroleh kemuliaan agung yang di bagi-bagikan oleh Allah atas mereka yang dikehendaki…
Dan tibalah saat yang telah diatur Allah bagi kelahiran (maulud) ini. Maka menyingsinglah fajar keutamaan nan cerah terang benderang menjulang tinggi......
Dan lahirlah insan pemuji dan terpuji, tunduk khusyu' di hadapan Alloh,dengan segala penghormatan tulus dan sembah sujud….”

Demikianlah syair yang ditujukan atas peristiwa di detik-detik kelahiran Nabi Saw yang di gubah oleh Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dalam Simthu Ad-Durar. Maulid merupakan suatu bentuk ungkapan kecintaan umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW. Dilihat dari sejarahnya, ditemukan bahwa ketika Nabi Muhammad ditanya alasan beliau berpuasa di hari senin, jawab beliau SAW adalah bahwa hari senin merupakan hari kelahiran beliau dan hari beliau memperoleh wahyu. Sehingga para ulama berhujjah bahwa jika Nabi SAW tidak ingin umatnya mengenang kelahiran beliau niscaya ia tidak akan menjawab seperti itu.
Perlu diketahui pula bahwa Allah pun menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan berbagai kejadian menakjubkan diantaranya bintang-bintang yang mendekat sehingga seolah-olah akan berjatuhan, padamnya api di kekaisaran Persia setelah 1000 tahun tidak padam, runtuhnya singgasana dan jendela-jendela Istana Kisra, dan lahirnya Nabi Muhammad Saw dalam keadaan bersujud, sudah terkhitan dan bercahaya terang benderang. Hal ini didukung pula oleh banyak Imam diantaranya Imam Syafi’i, Imam Ghazali, Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) dan Imam Nawawi.
Maulid pertama kali diselenggarakan oleh Sultan Sholahuddin Al-Ayyubi, Mesir untuk membangkitkan ghirah jihad umat Islam dalam upaya membebaskan Palestina dari cengkeraman Pasukan Salib. Sumber yang lain menyebutkan bahwa Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kaukabri ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (549 H -- 630 H.), menurut Imam Al-Suyuthi tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW ini dengan perayaan yang meriah luar biasa. Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid ini.
Assayid Al-Hafidz Al-Musnid Prof. Dr. Muhammad bin Alawy Al-Maliky Al-Hasaniy, mufti Mekkah, mengutarakan tentang ja'iz/bolehnya perayaan atau peringatan maulid Nabi SAW didalam kitabnya yang berjudul Mafahim Yajibu An Tusahhah, beberapa diantaranya: · Peringatan maulid memantulkan kegembiraan kaum muslimin menyambut junjungan mereka, Nabi Muhammad SAW. Bahkan sebuah hadist di dalam Shohih Bukhori menerangkan, bahwa tiap hari senin Abu Lahab diringankan adzabnya, karena memerdekakan budak perempuannya, Tsuwaibah, sebagai tanda kegembiraannya menyambut kelahiran putera saudaranya, 'Abdulloh bin Abdulmutholib, yaitu Nabi Muhammad Saw, jadi jika orang kafir saja beroleh manfaat dari kegembiraannya menyambut kelahiran Nabi Muhammad Saw apalagi orang beriman. · Rasulullah saw sendiri menghormati hari kelahiran beliau, dan bersyukur kepada Allah swt. atas karunia dan ni’mat-Nya yang besar itu.
Sebuah Hadist dari Abu Qotadah menuturkan, bahwa ketika Rosululloh saw. ditanya oleh beberapa orang sahabat mengenai puasa beliau tiap hari senin, beliau menjawab: “pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu juga Allah menurunkan wahyu kepadaku” (diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih-nya ). Puasa yang beliau lakukan itu merupakan cara beliau memperingati hari maulidnya sendiri. Memang tidak berupa perayaan, tetapi makna dan tujuannya adalah sama, yaitu peringatan. Peringatan dapat dilakukan dengan cara berpuasa, dengan memberi makan kepada yang membutuhkan, dengan berkumpul untuk berzikir dan bersholawat, atau dengan menguraikan keagungan perilaku beliau sebagai manusia termulia.
Pernyataan senang dan gembira menyambut kelahiran Nabi Muhammad S.a.w. merupakan tuntunan Al-Qur’an. Alloh berfirman: “Katakanlah : dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah (dengan itu ) mereka bergembira “. (QS. Yunus:58). Allah S.W.T memerintahkan kita bergembira atas rahmat-Nya, dan Nabi Muhammad S.a.w. jelas merupakan rahmat terbesar bagi kita dan alam semesta: “Dan kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta “ . (QS. Al-Anbiya : 107). · Memuliakan Rasulullah saw. adalah ketentuan syari’at yang wajib dipenuhi. Memperingati ulang tahun kelahiran beliau dengan memperlihatkan kegembiraan, menyelenggarakan walimah, mengumpulkan jama’ah untuk berzikir mengingat beliau, menyantuni kaum fakir miskin dan amal-amal kebajikan lainnya adalah bagian dari cara kita menghormati dan memuliakan beliau. Itu semua menunjukan pula betapa betapa besar kegembiraan dan perasaan syukur kita kepada Alloh atas hidayat yang dilimpahkan kepada kita melalui seorang Nabi dan Rosul pilihan-Nya.
Perayaan atau peringatan maulid Nabi dipandang baik oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri, dan diadakan oleh mereka. Menurut qa’idah hukum syara’ kegiatan demikian itu adalah mathlub syar’an (menjadi tuntutan syara’). Hadist mauquf dari Ibnu Mas’ud ra. menegaskan : “apa yang di pandang baik oleh kaum muslimin, di sisi Allah itu adalah baik, dan apa yang di pandang buruk oleh kaum muslimin, disisi Allah itu adalah buruk“ (Hadist di keluarkan oleh Imam Ahmad). Konon kitab maulid pertama yang disusun oleh ulama adalah kitab maulid yang berjudul “Al-Tanwir fi Maulidi al-Basyir al-Nadzir” karya Imam Al-Hafidz Ibnu Wajih. Dalam Maulid, ungkapan pujian kepada beliau SAW tidaklah berlebihan. Dalam hadits Nabi, Rasulullah SAW melarang pujian yang berlebihan kepadanya seperti halnya kaum Nasrani kepada Nabi Isa as. Jadi, yang dimaksud dengan pujian yang berlebihan itu ialah pujian yang menempatkan beliau seperti “anak Tuhan”. Bahkan, justru Allah-lah yang mengajarkan pujian tersebut diantaranya dalam AlQur’an surat AtTaubah:128 yaitu dengan penyematan kata Arrauf dan ArRahim kepada beliau SAW. Tentu saja nama arrauf dan arrahim itu tidak sehebat Ar-Rauf dan Ar-Rahim-Nya Allah SWT karena yang dimaksudkan ialah pujian Allah kepada Nabi yang memiliki rasa belas kasih dan sayang yang amat besar kepada umatnya.
Banyak sekali kebaikan yang terkandung dalam Maulid diantaranya ialah sejarah Nabi SAW, pujian kepada Nabi yang dapat meningkatkan ingatan kepada beliau SAW, dan juga ada shalawat Nabi, doa-doa, dzikir, silaturahmi sesama muslim yang terkumpul dalam majelis pembacaan maulid Nabi SAW, berkumpul bersama orang-orang shalih, para ulama, seta nasihat dan wasiat kepada kebaikan dan taqwa, sama sekali tidak ada yang mudharat di dalamnya. Oleh karena hakekat dari perayaan maulid adalah luapan rasa syukur serta penghormatan kepada Rasulullah SAW, sudah semestinya tidak dinodai dengan kemungkaran-kemungkaran dalam merayakannya misalnya ketika peringatan itu justru diwarnai seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, berghibah, saling provokasi antar kelompok Islam yang berujung pada kekerasan antar kelompok, pemborosan, dan lain-lain. Sebab jika demikian yang terjadi, maka bukanlah penghormatan yang didapat akan tetapi justru penghinaan kepada Rasulullah SAW.
Ringkasnya peringatan maulid Nabi adalah kegiatan yang sangat baik dan bermanfaat, karena itu kesempatan itu wajib digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik. Lalu penyelenggaraan peringatan maulid tidak harus tepat pada tanggal 12 Rabi”ul awal dan tidak harus tepat pada hari senin, meskipun tanggal dan hari itu lebih afdhol. peringatan maulid dapat di lakukan kapan saja mengingat syari’at islam sama sekali tidak melarang bahkan menganjurkan serta memandangnya sebagai kebajikan yang perlu dilestarikan pengamalannya, karena besarnya manfaat yang dapat diambil dari kegiatan tersebut, baik bagi kepentingan agama islam maupun bagi kepentingan kaum muslimin. Wallohu A’lam Bi As-Showab.

PROFIL
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL MAULID SHIMTU'D-DURROR

Al-Habib Al-Imam Al-‘Allaamah Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsy dilahirkan hari Jum’at 24 Syawal 1259 H di Qasam, sebuah kota di negeri Hadramaut. Beliau dibesarkan di bawah asuhan dan pengawasan kedua orang tuanya; ayahandanya: Al-Imam Al-‘arif-billah Muhammad bin Husain bin Abdullah Al-Habsyi dan ibundanya : As-Syarifah Alawiyyah binti Husain bin Ahmad Al-Haadi Al-Jufri, yang pada masa itu terkenal sebagai seorang wanita yang salihah dan amat bijaksana.
Pada usia yang amat muda, Habib Ali Al-Habsyi telah mempelajari dan mengkhatamkan Al-Qur’an dan berhasil menguasai ilmu-ilmu dzahir dan bathin sebelum mencapai usia yang biasanya dibutuhkan untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan khalayak ramai, sehingga dengan cepat sekali ia menjadi pusat perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang. Kepadanya diserahkan tampuk kepemimpinan tiap majlis ilmu, lembaga pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu.
Selanjutnya beliau melaksanakan tugas suci yang dipercaya padanya dengan sebaik-baiknya. Menghidupkan ilmu pengetahuan Agama yang sebelumnya banyak dilupakan. Mengumpulkan, mengarahkan dan mendidik para siswa agar menuntut ilmu, di samping membangkitkan semangat mereka dalam mengejar cita-cita yang tinggi dan mulia. Untuk menampung mereka, dibangunnya masjid “Riyadh” di kota Seiwun (Hadramaut), pondok-pondok dan asrama-asrama yang diperlengkapi dengan berbagai sarana untuk memenuhi kebutuhan mereka dapat belajar dengan tenang dan tentram, bebas dari segala pikiran yang mengganggu, khususnya yang bersangkutan dengan keperluan hidup sehari-hari. Bimbingan dan asuhan beliau seperti ini telah memberinya hasil kepuasan yang tak terhingga dengan menyaksikan banyak sekali di antara murid-muridnya yang berhasil mencapai apa yang dicitakannya, kemudian meneruskan serta menyiarkan ilmu yang telah mereka peroleh, bukan saja di daerah Hadramaut, tapi tersebar luas di beberapa negeri lainnya – di Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia.
Di tempat-tempat itu mereka mendirikan pusat-pusat da’wah dan penyiaran Agama, mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih, sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat setempat. Pertemuan-petemuan keagamaan diadakan pada berbagai kesempatan. Lembaga-lembaga pendidikan dan majlis-majlis ilmu didirikan di banyak tempat, sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan dalam ruang lingkup yang luas sekali. Al-Habib Ali sendiri telah menjadikan dirinya sebagai contoh teladan terbaik dalam menghias diri dengan akhlaq yang mulia, di samping kedermawanannya yang merata, baik di antara tokoh-tokoh terkemuka ataupun masyarakat awam, sehingga setiap kali timbul kesulitan atau keruwetan di antara mereka, niscaya beliau diminta tampil ke depan untuk menyelesaikannya.
Beliau meninggal dunia di kota Seiwun, Hadramaut, pada hari Ahad 20 Rabi’ul-Akhir 1333 H. dan meninggalkan beberapa orang putera yang telah memperoleh pendidikan sebaik-baiknya dari beliau sendiri, yang meneruskan cita-cita beliau sendiri, yang meneruskan cita-cita beliau dalam berda’wah dan menyiarkan Agama. Diantara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya yang bungsu : Al-Habib Alwi bin Ali Alhabsyi, pendiri masjid “Riyadh” di kota Solo (Surakarta) yang dikenal sebagai pribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah; fakir miskin, yatim-piatu dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari dari berbagai golongan dan tidak pernah lepas dari segi keagamaan.
Beliau meninggal dunia di kota Palembang pada tanggal 20 Rabi’ul-Awal 1373 H. dan dimakamkan di samping Masjid Ar-Riyadh, Solo. Banyak sekali ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsi yang telah dicatat dan dibukukan, di samping tulisan-tulisannya yang berupa pesan-pesan ataupun surat-menyurat dengan para Ulama di masa hidupnya, juga dengan keluarga dan sanak kerabat, kawan-kawan serta murid-muridnya beliau, yang semuanya itu merupakan perbendaharan ilmu dan hikmah yang tiada habisnya. Dan diantara karangan beliau yang sangat terkenal dan dibaca pada berbagai kesempatan di mana-mana, termasuk di kota-kota di Indonesia, ialah risalah kecil yang berisi kisah Maulid nabi besar Muhammad SAW, dan diberi judul : Simthu’d-Durar fii Akhbaar Maulid Khairil Basyar wa Maa Lahu min Akhlaaq wa Aushaaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran manusia Utama; Akhlak, sifat dan Riwayat Hidupnya).

BAHTSUL MASAIL
Perayaan maulid yang datangnya pada bulan Robi'ul Awwal, juga bertepatan dengan bulan wafat Rasulullah SAW, mengapa tidak ada luapan kesedihan atas wafatnya beliau? Jawab: Imam Suyuthi menjelaskan: "Kelahiran Nabi SAW adalah kenikmatan terbesar untuk kita, sementara wafatnya beliau adalah musibah terbesar atas kita. Sedangkan syariat memerintahkan kita untuk menampakkan rasa syukur atas nikmat dan bersabar serta diam dan merahasiakan atas cobaan yang menimpa. Terbukti agama memerintahkan untuk menyembelih kambing sebagai 'aqiqoh pada saat kelahiran anak, dan tidak memerintahkan menyembelih hewan pada saat kematian, maka kaidah syariat menunjukkan bahwa yang baik pada bulan ini adalah menampakkan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW bukan menampakkan kesusahan atas musibah yang menimpa". (Mawsu'ah Yusufiyyah juz l hal. 149.)

KABAR DAKWAH
Alhamdulillahrobbil ‘alamin, kini telah dibangun Pondok Pesantren Nurul Hidayah yang bertempat di daerah Bedug, Talang, Tegal. Pondok Pesantren ini dibangun kurang lebih satu bulan yang lalu.
Kegiatan Harian:

WaktuKegiatanWaktuKegiatan

Ba’da Subuh - 06.30

Belajar mengajar

18.30-isya

tadarus alqur’an @ kelompok 1 juz alQuran

09.00 - 11.00

2 mata pelajaran

20.00-20.15

membaca Rotib Alatthas

Ba’da ashar-17.45

Majelis ta’lim Nahwu

20.15-21.00

Majelis ta’lim

17.45-18.15

baca qashidah sholawat Mudloriyyah



Adapun kegiatan rutin yaitu istighotsah setengah bulan sekali yang dihadiri kira-kira 300-400 jamaah dan pada hari jumat pagi diadakan maulid Nabi. Berikut Susunan pengurusnya:

Susunan Pengurus

Pelindung: Bapak Kepala Desa

Penasihat: Ustadz Falikhin

Ketua: Ustadz Ahmad Hasani

Wakil Ketua: Ustadz Nasrullah

Sekretaris: 1. Ustadz Solahudin 2. Ustadz Muhammad Amin

Bendahara: 1. Ali Romdoni 2. Rosyidin

Keuangan: 1. Ustadz Mulyono 2. Husin

Pendidikan: 1. Ustadz Busro Ustadz 2. Khumedi

Semoga Allah SWT meridhoi Pondok Pesantren ini sehingga segala bentuk aktivitas ibadah di dalam maupun diluarnya dapat menjadi pahala kebaikan bagi setiap orang yang melakukannya dan bermanfaat pula bagi setiap muslim, agama, dan bangsa Indonesia. Amin...


INFO TAMBAHAN

Berikut ini merupakan beberapa kitab Maulid yang ada: Maulid Ad-Diba’i (Al-Imam Wajihuddin Abdurrahman bin Ali ad-Diba’i Asy-Syaibani Az-Zubaidi), Maulid ‘Azabi (Syaikh Muhammad Al-‘Azabi), Maulid Adh-Dhiyaa’ul Lami’ (Guru Mulia Al-‘Allamah Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz), Maulid Simthud Durar (Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi), Maulid Burdah (Imam Muhammad Al-Bushiri), Maulid Al-Barzanjiy (Syaikh Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim Al-Barzanjiy Al-Madani), Maulid Rasul / Maulid Ibn Katsir (Imam Ibnu Katsir), Maulid Itmam An-Ni’mah ‘Alal-‘Alam bi Maulid Sayyidi Waladu Adam (Imam Ibn Hajar Al-Haitami), Hasyiah Maulid ibn Hajar: Tuhfah Albasyar ala Maulid Ibn Hajar(Imam Ibrahim Baajuri), Maulid Jawahir An-Nadmu Al-Badi’ fi Maulid As-Syafi’ (Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy), dan masih banyak lagi karya para ulama yang lain.



NASIHAT ULAMA

Berkata Habib Umar bin Hafidz:"Tidak sepatutnya bagi tholibul ilm (pencari ilmu) itu meninggalkan takbiratul Ihram yg pertama bersama imam."




No

Waktu

Tempat/Acara

Alamat

1

20-Mar-2008 18.00 Wib

(Maghrib Berjamaah)

Majelis Anwaril Hidayah ( Habib Muhzin Bin Zed Alathas )

Jl.Mt Haryono Samping Gedung Bnn (Lapangan)

2

30-Mar-2008 15.30 Wib

(Ashar Berjamaah)

Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad (Habib Kuncung)

Kalibata Jakarta Selatan


3

31-Mar-2008 09.00 Wib


Ponpes Alkhoirat Habib Nagieb Bin Syekh Abubakar

Jl.Pengasinan Bekasi Timur

4

31-Mar-2008 15.30 Wib

(Ashar Berjamaah)

Kediaman Habib Muhsin Bin Ali Alathas


5

1-Apr-2008 09.00 Wib


Haul Al Habib Ali Bin Husin Alathas

Jl.Bulu Condet Jakarta Timur

6

1-Apr-2008 17.30 Wib

(Maghrib Berjamaah )

Maulid

Kramat Empang Bogor


7

2-Apr-2008 09.00 Wib


Haul Al Habib Imam Abdullah Bin Muhsin Alathas

Kramat Empang Bogor


8

2-Apr-2008 17.30 Wib

(Maghrib Berjamaah)

Ziarah Makam Al Habib Ali Al Habsyi

( Kwitang )


9

3-Apr-2008 09.00 Wib


Ponpes Al Haromain Al Habib Bin Hamid Abdullah Al Kaff

Jl. Ganceng Pondok Rangon Cipayung Jakarta Timur

10

3-Apr-2008 15.30 Wib

(Ashar Berjamaah)

Majelis Ta'lim Al Habib Ali Al Habsyi

Kwitang


11

4-Apr-2008 04.30 Wib

(Shubuh Berjamaah)

Majelis Ta'lim Al Afaf Al Habib Ali Bin Abdurrahman Assegaf

Jl. Tebet Utara Ii B Jakarta Selatan

12

4-Apr-2008 08.30 Wib

Darul Aitam K.H. M Mansur

Tanah Abang Jakarta Pusat

13

5-Apr-2008 09.00 Wib

Masjid Al Hawi

Cililitan Jakarta Timur

14

5-Apr-2008 12.00 Wib


Assyalafiah Al Habib Hud Bagir Alathas

Kebon Nanas

15

6-Apr-2008 10.00 Wib



Mesjid Luar Batang dan Ziarah Makam Al Habib Husin Bin Abubakar Alaydrus


16

7-Apr-2008 09.00 Wib

Mesjid Kramat

Kampung Bandan Jakarta Utara

17

7-Apr-2008 15.30 Wib

Ashar Berjamaah

Haul Habib Salim Bin Jindan

Jl. Otista Raya

(Sebelah Gor Jakarta Timur)

18

8-Apr-2008 09.30 Wib


Mesjid Futuhat At-Thosiah Alm Habib Alwi Bin Abdullah Alathas

Bulak Kapal

Bekasi Timur

19

11-Apr-2008 17.30 Wib


Majelis Burdah Habib Hasyim Bin Syehabubakar

Jl. Cikoko Jakarta Timur

(Maghrib Berjamah)

20

12-Apr-2008 09.00 Wib


Majelis Ta'lim Annur

Alm. Habib Husin Bin Abdullah Bin Muhsin Alathas

Jl.Otista Tangerang Kota

21

12-Apr-2008 16.30 Wib


Majelis Dzikir Syamsi Syumus

Al Habib Musthofa Abdullah Alaydrus

Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 16 Jakarta Selatan

22

13-Apr-2008 10.00 Wib


Al Habib Salim bin Umar bin Hud Alathas

Cipayung, Ciawi Bogor


23

20-Apr-2008 09.00 Wib


Yayasan Al Facriyah, Habib Jindan Bin Novel Bin Salim Bin Jindan

Larangan Ciledug

Dikutip Dari Majelis Dzikir Ratib Dan Asmaul Husna

Syamsyi Syumus

Al Habib Musthofa Abdullah Alaydrus

Jakarta Selatan

Semoga Bernilai Manfaat Dan Mohon Koreksinya. Mohon Maaf Jika Ada Penusilan Yang Salah

Fs: Kodar_Ikspi@Yahoo.Co.Id//