Buletin Bulanan
Edisi 7 / Rajab /1428 H
Buletin Penyejuk Hati
MENUJU SUNNAH RASUL
“Ajaklah manusia itu ke jalan TuhanMu dengan cara bijaksana dan nasehat (pengajaran) yang baik” (AnNahl:125)
Semut, Laba-laba, dan Lebah
Pernahkah merenung dan memikirkan mengapa Allah SWT menjadikan tiga binatang kecil seperti semut (An-Naml), laba-laba (Al-Ankabut), dan lebah (An-Nahl). Sebagai surah dalam Alquran. Sebagai seorang muslim tentu kita yakin seyakin-yakinnya bahwa tak satu pun diantara ayat-ayat Allah yang tidak dimaksudkan untuk memberi pelajaran dan petunjuk. Sebab sebagaimana termaktub dalam Alquran : “Kitab ini tidak ada keraguan padanya sebagai petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah:2). Keyakinan yang sama ialah tentang kebenaran kandungan Alquran yang memberitahukan bahwa tak satu pun ciptaan-Nya yang tak berguna. Sebagaimana termaktub dalam surah Ali Imran ayat 191; “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Maka pelajaran apa yang dapat kita petik dari ayat-ayat tentang semut, laba-laba, dan lebah. Semut adalah salah satu makhluk Allah yang bentuknya kecil, tapi memiliki naluri menghimpun makanan di sepanjang musim tiada henti. Dengan telaten, sedikit demi sedikit mereka mengumpulkan makanan sebagai persediaan selama bertahun-tahun. Padahal usia semut hanyalah seumur jagung tak lebih dari tiga setengah tahun tak jarang mereka berusaha menggotong makanan yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya. Dalam surah AnNaml (semut) antara lain dikisahkan bagaimana Fir’aun yang karena kesombongan dan ketamakannya mengklaim dirinya sebagai Tuhan, Selain itu juga dikisahkan tentang Nabi Sulaiman yang kaya raya tetapi tetap pandai bersyukur kepada Allah SWT. Dikisahkan pula seorang ratu yang berusaha menyogok Nabi Sulaiman demi mempertahankan kekuasaan tapi akhirnya sadar dan bertaubat dan mengakui keesaan Allah dan kenabian Sulaiman. Lain lagi uraian Alquran tentang laba-laba (AlAnkabut). Sarang mereka sangat rapuh, sehingga Allah menjadikannya sebagai perumpamaan Alquran, “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membangun sarang. ”Dan sesungguhnya sarang yang paling rapuh adalah sarang laba-laba jika mereka mengetahui.” (QS. AlAnkabut : 41).
Sarang laba-laba bukanlah tempat yang aman. Siapapun yang berlindung disana pasti akan disergap laba-laba hingga binasa. Bahkan serangga jantannya pun usai berhubungan seks akan disergap musnah oleh betinanya, sementara telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga saling memusnahkan pula. Bagaimana dengan lebah (AnNahl)? binatang kecil ini memiliki naluri membangun sarang yang mendapat pujian tersendiri dari Allah SWT. “Atas perintah Allah, ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal”. (QS. AnNahl : 68). Yang mereka makanpun saripati bunga, mereka juga tidak menumpuk-numpuk makanan seperti halnya semut. Lebah mengolah makanan dan hasil olahannya menjadi lilin dan madu yang bermanfaat bagi manusia. Lilin sebagai penerang dan madu menurut Alquran dapat menjadi obat. “Dari perut lebah itu keluar madu yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia” (QS. AnNahl:69). Lebah memiliki sistem kerja yang unik, mereka memiliki disiplin kerja yang tinggi, mengenal pembagian kerja, sementara sesuatu yang tidak berguna disingkirkan dari sarangnya.
Lebah tidak pernah mengganggu kecuali ada yang mengganggunya bahkan sengatannya dapat menjadi obat. Sungguh sangat tepat Allah mengambil perilaku dan naluri tiga binatang kecil itu sebagai perumpamaan dan teladan bagi manusia yang mau berpikir. Boleh meniru semut dalam bergotong-royong tapi jangan meniru dalam menghimpun ilmu dan menumpuk harta tanpa mengolah dan memanfaatkannya, bahkan memboroskannya. Jangan pula seperi laba-laba, rapuh tanpa pondasi iman, suka memangsa siapa saja, bahkan saling menghancurkan. Rasulullah SAW mengibaratkan seorang mukmin sebagai lebah yang produktif bermanfaat bagi lingkungan, tidak merusak, dan tidak menyakitkan. Menurut Rasul, mukmin ialah mereka yang tidak makan kecuali makanan yang baik-baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat dan jika menerima sesuatu tidak merusak, tidak pula menghancurkannya.
PROFIL
Pulang dari tanah suci, pada 1329 H/sekitar 1909 M. Ia berkunjung ke Indonesia untuk menghadap ayahandanya, Habib Muhammad bin Thohir Alhaddad, yang bermukim di Tegal, Jawa Tengah. Sebelum ke Tegal, terlebih dulu ia mengunjungi Tuban, Jawa Timur, dan menetap di sana. Tapi, beberapa tahun kemudian ia hijrah dan menetap di Jombang. Di Tuban maupun di Jombang. Habib Husain dikenal sebagai ulama yang suka bersilaturahmi, ramah kepada para tamu yang bertandang ke rumahnya, dan selalu siap membantu, terutama kaum fakir miskin. Selama itu pula ia memanfaatkan waktu untuk berguru kepada para ulama besar seperti, AlHabib Muhammad bin Idrus AlHabsyi dan AlHabib AbuBakar bin Umar bin Yahaya (keduanya dari Surabaya), AlHabib Abdullah bin Ali AlHaddad (Bangil), AlHAbib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf (Gresik), AlHabib Muhammad bin Ahmad AlMuchdor (Bondowoso), dan AlHabib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alattas (Pekalongan), AlHabib Abdullah biin Muhsin Alattas (Bogor), AlHabib Alwi bin Muhammad bin Thohir Alhaddad (abang kandung, di Bogor).
Suatu hari Habib Husain bermalam di rumah Habib Alwi di Bogor. Dimalam hari ia memilih tidur di lantai bawah, jika tidur di lantai atas ia khawatir kalau abangnya menunaikan shalat tahajud di lantai bawah sedangkan ia tidur di lantai atas. Penghormatan yang luar biasa dari seorang adik kepada abangnya, sampai-sampai soal sekecil itu ia perhatikan. Setelah dikenal sebagai ulama banyak kaum muslimin yang bertamu ke rumahnya. Habib Husain sangat menghormati para tamunya baik yang datang di siang hari maupun malam hari tanpa kenal lelah ia menjamu mereka dengan senyum ramah disertai sambutan dan nasihat yang menyejukkan para tamu sangat gembira dengan penghormatan dan nasihat itu.Ia sering menasihati para hartawan agar membantu kaum fakir miskin, dan mengingatkan akan ancaman bagi mereka yang bakhil dan kikir.Dan ternyata, mereka yang menuruti nasihat Habib Husain dagangaNnya maju. Sementara yang tetap bakhil dan kikir mendadak menderita kepailitan. Kepada para tamu khususnya kaum muda remaja, ia menasihati agar mereka selalu berbakti pada kedua orang tua (birul walidain), karena kedudukan orangtua yang tinggi di sisi Allah SWT.
Habib Husein wafat pada malam ahad 21 Jumadil Akhir 1376 H atau sekitar 1956 M di Jombang dalam usia 74 tahun. Kaum muslimin dari berbagai pelosok berduyun-duyun berta’ziah. Sesudah disolatkan dengan imam Habib Ahmad bin Gholib AlHamid (sesuai wasiatnya). Jazadnya dimakamkan disamping makam ayahandanya di kompleks pemakaman Desa Kraton, Tegal Barat, Setelah sebelumnya disolatkan untuk kedua kalinya dengan imam Habib Ali bin Abdurrahman AlHabsyi.
“Ketahuilah bahwa ruh (kekuatan) dan makna hakiki dari semua ibadah ialah perasaan hadir bersama Allah SWT di dalamnya. Barangsipa yang ibadahnya kosong dari perasaan hadir tersebut maka ibadah itu akan menjadi debu yang beterbangan”
Doa Syaikh Al-Imamul Haddad
“Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari meminta sesuatu yang aku tak berhak untuk mendapatkannya dan jadikanlah aku hambaMu yang sebenar-benarnya
1. Bagaimana hukumnya seorang tamu mengusir tamu lain yang sudah duduk di ruangan tamu?
Jawab:Haram karena termasuk ghosob
(Ibarot:Bujairomi ‘Alal Manhaj 3/109)
2. Apakah mayat yang sudah dikubur kemudian kain kafannya dicuri orang wajib dikafani lagi?
Jawab: Apabila mayatnya terlihat, wajib dikafani lagi, apabila tidak terlihat maka tidak wajib bahkan haram digali untuk dikafani lagi.
(Ibarot:Bujairomi ‘Alal Manhaj 1/467)
Buletin Da’wah ini diterbitkan sebulan sekali dalam acara Rutin Malam Rabu Kliwon Ba’da Maghrib di Majelis Ta’lim Wa Ratib Nurul Hidayah yang dibina oleh Habib Soleh bin Ali Al-Attas Giren-Talang. Diberikan cuma-cuma untuk menambah khazanah dan wawasan keilmuan seputar permasalahan yang berkembang di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar